Sabtu, 24 Januari 2015

Monumen Sasando, Ilham yang Luar Biasa

Oleh Yoss Gerard Lema
Komisioner KPID NTT

MENARA miring Pisa di Italia adalah ikon Kota Roma. Ribuan wisatawan dari berbagai penjuru dunia setiap hari membanjiri lokasi tersebut. Saya menjadi salah satu yang berpose di bangunan miring, yang lain nekat menaiki gedung tua yang seakan-akan hendak roboh itu. 

Pemandangan serupa saya lihat di menara Eifel yang menjadi ikon kota Paris, Perancis. Ribuan wisatawan menaiki Eifel menggunakan lift untuk mencapai ketinggian dan menyaksikan kota Paris secara utuh. Ikon hebat lainnya adalah Big Ben Clock, menara jam setinggi 96,3 meter yang menjadi ikon kota London.
Lalu Golden Gate Bridge, jembatan gantung berwarna merah sepanjang 2.727 meter dengan tinggi menara 230 meter menjadi ikon kota San Fransisco. Opera House and Harbour Bridge yang dirancang John Utzon asal Denmark menjadi ikon kota Sydney. Kemudian Taj Mahal, Monas, Menara Kembar, dll adalah ikon yang mendunia.

Di pulau Timor Patung Yesus setinggi 27 meter yang berada di puncak Tanjung Fatucama telah menjadi ikon kota Dili. Siapa saja yang berkunjung ke Dili selalu menyempatkan diri bertandang kesana. Berdoa disana, memanjatkan harapan dan impian kepada Yesus Kristus Sang Juru Selamat manusia.  
                              
Sasando?
Oleh karena itu, ketika pemenang lomba rancangan Kantor Gubernur NTT diperlihatkan kepada publik, sungguh saya terkesiap. Ternyata lomba tersebut telah  melahirkan seorang arsitek besar dari rahim bumi Nusa Tenggara Timur. Perhatikan, ada sekian banyak bangunan bertebaran di sekitar kita, namun tak satu pun yang sungguh-sungguh bertumpu dan berakar pada latar budaya kita. Kalau pun ada, paling-paling menduplikasi bentuk atap sebuah rumah adat dengan sentuhan yang sangat sederhana.

 Beda dengan Monumen Sasando yang diabadikan sebagai Kantor Gubernur NTT menyiratkan kepenuhan ilham yang mengalir dari kemurnian permenungan sang arsiteknya. Ini persis seperti ketika Sasando diciptakan dari ilham para leluhur ratusan tahun silam. Kemurnian dan kesempurnaan ilham inilah yang membedakan sasando dengan berbagai alat musik manapun di kolong langit ini.       

Sehingga ketika sidang paripurna DPRD NTT pada Desember 2014 silam mengetuk palu menyetujui pembangunan Monumen Sasando dalam rupa Kantor
Gubernur NTT bagi saya adalah tanda bahwa ilham itu terpancar begitu kuat melalui keindahan arsitekturnya. Betapa elok, anggun, cantik dan megah bangunan rancangan putra asli NTT tersebut. Betapa bangganya anak cucu kelak bila diwariskan sebuah karya terhebat yang menjadi mesin penghasil devisa.

Bahwa ada dentingan fals yang menggugat dan mempersoalkan anggaran, itu wajar. Sebab hampir semua ikon hebat yang kini menghasilkan devisa miliaran dolar pada awalnya juga dikritisi soal biaya. Namun, hanya orang besar berpikiran besar yang mampu membangun hal-hal besar demi kemakmuran dan kejayaan bangsanya. Kita berharap saat ini NTT pun sedang dalam genggaman para pemimpin sekelas itu.
                                 
Filosofi Pohon Lontar
Lantas makna apa yang tersirat pada bangunan Monumen Sasando? Yoseph Liem, sang arsitek, putra asli SoE-TTS, menyebutnya sebagai harmonisasi. Siapapun yang bekerja di dalam Monumen Sasando harus menyadari peran yang  dimainkan. Harus paham akan tugas dan tanggung jawabnya didalam melayani masyarakat. Semua mesti harmoni, sehati sesuara, baru bisa  menghadapi  badai dan rintangan yang menghadang.

Sumber: http://kupang.tribunnews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar